Minggu, 21 Juli 2013

Kala Infak Memudahkan Semua Urusan

www.dpu-online.com
Jika sakit selalu dijadikan alasan terhentinya sebuah perjuangan, maka tidak untuk sosok yang satu ini. Fisik boleh jadi rapuh dan tak berdaya. Namun, hati dan semangat tetap menyala meski untuk berdiri pun dirasa sulit. Jangankan untuk berlari, menopang tubuhnya saja diperlukan penyangga yang benar-benar kuat.

Ucu Juariah (67), muslimah tangguh asal Bandung ini telah menggoreskan sejarah baru dalam babak-babak kehidupannya. Sejarah yang kelak akan menjadi sebuah pelajaran berarti bagi keluarga dan bagi siapa pun yang mengenalnya. Tentang sebuah keistiqamahan, perjuangan, dan syukur yang tak terhingga kepada Rabbnya.

Sepintas apa yang dilakukannya sepele. Tapi tidak. Apa yang dilakukan ibu dua anak ini sungguh tak dapat disepelekan. Sebagai salah satu bukti pengabdiannya kepada Allah, ibu yang kerap disapa Ibu Soni, tidak mau main-main dengan amalan yang satu ini. Dia percaya, bahwa Allah tak akan menyia-siakan suatu amal. Sekecil apa pun amal tersebut.

Ketika Sakit Menyapa
Didampingi suaminya, Soni Somson (71), ia pun merasa tegar melalui ujian demi ujian yang menghampirinya. Ketika sakit menyapanya, sang suami tetap setia mendampingi dan menyertai perjuangan istrinya itu. 

Juni 2000 menjadi awal perjuangan nenek empat cucu ini. Saat itu, fisiknya baru saja dipersiapkan untuk sebuah operasi hati. Keinginannya berbuat kebaikan mengalahkan letih dan sakitnya saat berjuang di meja operasi. Menjadi seorang koordinator donatur. Itulah jalan yang ia ambil sejak KH. Abdullah Gymnastiar mengajak masyarakat untuk menyisihkan sebagian harta untuk orang-orang yang belum mampu.

Sejak saat itu, ia mulai mencari calon donatur dari rumah ke rumah, dari gang ke gang dan dari majelis ke majelis lain. Saat rasa sakit menyerang tubuhnya, barulah ia rehat sejenak dan melanjutkan pencariannya saat rasa sakitnya hilang. 

Sampai saat ini, sekitar 73 donatur yang menitipkan donasi melaluinya. Termasuk salah seorang dokter yang merawatnya saat sakit di sebuah rumah sakit di Bandung. Saat ditemui di kediamannya di daerah Pagarsih, ia tampak senang menceritakan donatur barunya yang ia kenal saat berada di rumah sakit. Awal perkenalan adalah ketika sang dokter memvonis bahwa ia terkena Osteo artrithis.

Keinginan untuk menjadi salah seorang donaturnya cukup unik. Saat itu dokter menyarankan agar ia memiliki alat bantu untuk berjalan. Belum sempat membeli alat bantu tersebut, Ucu mendapat bantuan dari DPU Daarut Tauhiid berupa alat bantu belajar berjalan. Ia amat senang dan menceritakannya ke dokter mengenai ‘profesinya' sebagai koordinator donatur dan latar belakang alat bantu tersebut. Sejak saat itu, dokter itu pun mulai bergabung menjadi salah seorang donatur DPU DaarutTauhiid.

Infak dan Segala kemudahan
Menjadi seorang koordinator donatur tentu memberikan ‘hasil' yang memuaskan bagi diri dan keluarganya. Sejak menjadi koordinator donator, Ucu merasa segala kesulitan dapat dijalaninya dengan ikhlas dan selalu dimudahkan. Baru-baru ini Ucu mengalami kesulitan membiayai perawatannya selama berada di rumah sakit saat terserang Osteoartritis. 

Biaya sebesar 95 juta rupiah bukan jumlah yang sedikit untuk dikumpulkan dalam waktu singkat. Keputusasaan pun sempat membayangi pikirannya. Namun Alllah berkehendak lain, biaya perawatan tersebut akhirnya dibayar melalui perusahaan tempat suaminya dulu bekerja sebelum akhirnya pensiun pada tahun 1999.

"Alhamdulillah, sagala digampilkeun ku Allah teh. Nuju udur aya nu ngabantosan, peryogi  alat bantu kanggo papah, aya dipasihan ti DPU. Peryogi korsi roda aya nu masihan nambut," (Alhamdulillah, segalanya dimudahkan Allah. Saat sakit ada yang membantu, perlu alat bantu berjalan, ada dari DPU. Perlu kursi roda, ada yang meminjamkan), tuturnya.

Selama tujuh bulan ini fisiknya tidak seprima seperti dulu. Biasanya ia aktif berkeliling kampung untuk mengumpulkan donasi dari teman-temannya, membagikan Majalah Swadaya dan kuitansi, atau mengikuti majelis taklim dari masjid ke masjid. Saat ini kondisinya menjadi terbalik. Ia hanya menghabiskan waktu di rumah untuk memulihkan kondisinya. Walaupun demikian, semangat untuk menjadi koordinator donatur masih setia mendiami hatinya.

Rasa putus asa sempat terpikir, namun saat itu juga Ucu dan suaminya menepis. Sang suami meyakinkan, selama ia masih bersamanya, suaminya akan terus membantu perjuangannya itu. Seketika, rasa putus asa pun hilang. Ia bertambah yakin dan berharap agar ujung kehidupannya mendapatkan khusnul khatimah, termasuk para donatur yang setia berjuang bersamanya. (Astri Rahmayanti, Reporter Majalah Swadaya DPU Daarut Tauhiid) 


Sumber: http://www.dpu-online.com/artikel/detail/10/1716/kala-infak-memudahkan-semua-urusan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar