Setelah
kemerdekaan diraih, definisi pahlawan kian beragam. Ada pahlawan dalam
perspektif lingkungan, kemasyarakatan, budaya atau yang lainnya. Namun,
semuanya tetap bersumber dari sikap rela berkorban untuk orang lain.
Dalam
tasawuf, pahlawan adalah sebutan untuk seorang hamba yang mengorbankan
kehambaannya kepada Sang Pencipta. Semua asset yang dimilikinya
dipersembahkan hanya untuk perjuangan dijalan Allah SWT. Jika prinsip
hidup ini sudah dimiliki, otomatis akan berpengaruh positif pada
perjuangan umat manusia juga.
Untuk memaknai hari pahlawan dalam
konteks kekinian, kita perlu mengingat kembali tingkatan posisi peran
manusia dalam lingkungannya. Mengutip kembali ceramah Aa Gym, tentang
tiga jenis manusia dalam hubungan kemasyarakatannya, yaitu pertama,
jenis manusia pengkhianat. Adalah manusia yang tidak segan mengorbankan
oranglain dalam memenuhi keinginannya. Masyarakat, bangsa, bahkan agama
menjadi tumbal untuk kepentingan sendiri atau golongan, kelompok
tertentu. Dengan jabatan dan kekuasaannya ia gadaikan asset negara yang
strategis, dengan kedok ‘privatisasi’ kepada pihak luar, asing.
Andai
para pahlawan yang tertidur panjang itu bisa bangun dan hidup lagi,
dipastikan beliau-beliau yang dulu berjuang demi negara ini akan
menangis sedih, meratapi, mengutukinya dengan serapah. Tidak ada satupun
pahlawan yang rela melihat bangsa ini perlahan jatuh kian terpuruk,
apalagi dinegeri sendiri yang katanya subur makmur ini. Jenis manusia
tamak seperti ini, menurut sebagian orang dikatakan haram. Jauh, bahkan
tidak ada sedikitpun sifat-sifat kepahlawanan yang melekat pada dirinya.
Jenis
kedua, yaitu manusia pekerja. Ia suka sekali berhitung, mengkalkulasi
terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugas atau amanahnya. Apakah untung
atau malah rugi, jika ia menjalankan pekerjaan tersebut. Jika tidak
menguntungkannya, buat apa diperbuatnya. Itulah yang menjadi prinsip
hidup manusia tipe pekerja ini. Sahabat saya pernah ’bercanda’, apa
jadinya negara kita bila para pahlawan dulu sebelum berjuang bertanya
tentang berapa upah yang akan didapatkannya. Karena itu, sebagian
berpendapat bahwa jenis manusia ini makruh. Artinya, keberadaannya
sungguh tidak membawa pengaruh apa-apa. Tidak bermanfaat, meski juga
tidak merusak. Ada atau tidak adanya, biasa saja.
Dan, tipe
ketiga, adalah manusia pejuang atau pahlawan. Yaitu, manusia yang rela
berkorban untuk kepentingan oranglain, masyarakat, bangsa dan agamanya.
Lazimnya, manusia seperti ini memang tidak banyak jumlahnya, dan tidak
pernah hitung-hitungan bila berbuat. Prinsip yang dianutnya adalah
setiap perbuatan akan kembali kepada pembuatnya. Inilah yang dikenal
dengan sebutan manusia wajib. Eksistensinya membawa rahmat dan kebaikan
bagi sebanyak-banyaknya orang.
Berkaca pada tiga jenis manusia di
atas, kita mestinya bisa introspeksi diri. Seperti apakah peran kita
selama ini. Pengkhianat, pekerja atau pahlawan. Semoga Allah memampukan
kita memilih peran ketiga, menjadi pahlawan bagi diri, lingkungan,
bangsa dan agama, insya Allah.
Sumber: www.dpu-online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar