Senin, 10 Juni 2013

Kisah Kedurhakaan Para Keluarga Nabi

Keimanan tidaklah diwariskan. Ia harus didapat dengan penuh perjuangan dan ujian. Tak ada jaminan, ketika seseorang dilahirkan dari keluarga mulia (para nabi), maka ia pun akan turut menyerap
kemuliaannya itu. Kisah para keluarga nabi yang membangkang kepada Allah, banyak diceritakan dalam al-Quran. Berikut beberapa contohnya. 

Keluarga Nabi Nuh as
Banjir Nuh adalah satu contoh yang paling banyak diuraikan dalam al-Quran. Keengganan umat Nabi Nuh terhadap nasihat dan peringatannya, bahkan anaknya sekali pun yang merupakan keluarga dari Nabi Nuh. Diceritakan dalam al-Quran, “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil: ‘Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafr.’ Anaknya menjawab: ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah.’ Nuh berkata: ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Huud [11]: 42-43).


Nabi Luth as
Sebagaimana diutarakan dalam al-Quran, kaum Nabi Luth mempraktikkan perilaku menyimpang yang belum dikenal dunia saat itu, yaitu sodomi. Karena mengabaikan seruan Nabi Luth, pada akhirnya kaum ini dimusnahkan dengan bencana yang mengerikan. Ketika kaum tersebut dihancurkan, hanya Luth dan pengikutnya, yang tidak lebih dari ’sebuah keluarga’, yang diselamatkan. Istri Luth sendiri juga
tidak percaya, dan ia juga dihancurkan. “Dan (Kami juga yang telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelumnya?’. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada perempuan, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: ‘Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri’.Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya, dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu belerang), maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang memperturutkan dirinya dengan dosa dan kejahatan itu.” (QS. al-A’raaf [7]: 80-84)

Nabi Ayyub as
Nabi Ayyub diberikan ujian oleh Allah berupa sakit yang tidak kunjung sembuh, dan ditinggalkan oleh semua orang termasuk keluarga beserta istrinya. Tapi, Nabi Ayyub tetap teguh memegang imannya kepada Allah. Dengan izin Allah, setelah dilaksanakan petunjuk Ilahi itu, sembuhlah ia. Nabi Ayyub telah bersumpah ketika ia mengusir isterinya bahwa akan mencambuknya seratus kali jika ia sudah sembuh. Namun, karena merasa kasihan kepada isterinya yang sudah menunjukkan kesetiaan di dalam segala duka dan derita, akhirnya Allah memberikan jalan keluar. Kisah Nabi Ayyub ini terekam dalam Quran surah Shaad [38] ayat 41 hingga 44.

Siti Asiyah (istri Fir’aun)

“…Wahai Rabbku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah di surga...” (QS. At-Tahrim [66]: 11). Lisan perempuan mulia itu, indah melantunkan munajat yang dipersembahkan untuk Allah yang amat dicintai-Nya. Meski dalam dera siksa bertubi-tubi yang dirasakan, namun perempuan mulia itu masih terus dalam senyuman menawannya. Senyuman perempuan ahli surga. Ia terjaga naungan sayap-sayap para malaikat yang mengelilingi. Hingga siksa yang diterima dari Firaun, suaminya yang begitu durjana, mengantar kepulangan Asiyah di sisi Rabbul Izzati. Dan al-Quran mengabadikan kemuliaan jiwa dan cinta Asiyah atas keimanan, kesabaran dan keikhlasan kepada Tuhannya. “Dialah Asiyah bintu Muzahim, Asiyah istri Firaun yang zalim.

sumber : www.dpu-online.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar