Keimanan tidaklah diwariskan. Ia
harus didapat dengan penuh perjuangan dan ujian. Tak ada jaminan, ketika
seseorang dilahirkan dari keluarga mulia (para nabi), maka ia pun akan turut
menyerap
kemuliaannya itu. Kisah para
keluarga nabi yang membangkang kepada Allah, banyak diceritakan dalam al-Quran.
Berikut beberapa contohnya.
Keluarga Nabi Nuh as
Banjir Nuh adalah satu contoh
yang paling banyak diuraikan dalam al-Quran. Keengganan umat Nabi Nuh terhadap
nasihat dan peringatannya, bahkan anaknya sekali pun yang merupakan keluarga
dari Nabi Nuh. Diceritakan dalam al-Quran, “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka
dalam gelombang laksana gunung, dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu
berada di tempat jauh terpencil: ‘Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami
dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafr.’ Anaknya menjawab:
‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah.’
Nuh berkata: ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah
(saja) Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya;
maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Huud
[11]: 42-43).
Nabi Luth as
Sebagaimana diutarakan dalam
al-Quran, kaum Nabi Luth mempraktikkan perilaku menyimpang yang belum dikenal
dunia saat itu, yaitu sodomi. Karena mengabaikan seruan Nabi Luth, pada
akhirnya kaum ini dimusnahkan dengan bencana yang mengerikan. Ketika kaum
tersebut dihancurkan, hanya Luth dan pengikutnya, yang tidak lebih dari ’sebuah
keluarga’, yang diselamatkan. Istri Luth sendiri juga
tidak percaya, dan ia juga
dihancurkan. “Dan (Kami juga yang telah mengutus) Luth (kepada kaumnya).
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu mengerjakan
perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di
dunia ini) sebelumnya?’. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu
(kepada mereka), bukan kepada perempuan, malah kamu ini adalah kaum yang
melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: ‘Usirlah mereka (Luth
dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang berpura-pura menyucikan diri’.Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya
kecuali istrinya, dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan
Kami turunkan kepada mereka hujan (batu belerang), maka perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang memperturutkan dirinya dengan dosa dan kejahatan
itu.” (QS. al-A’raaf [7]: 80-84)
Nabi Ayyub as
Nabi Ayyub diberikan ujian oleh
Allah berupa sakit yang tidak kunjung sembuh, dan ditinggalkan oleh semua orang
termasuk keluarga beserta istrinya. Tapi, Nabi Ayyub tetap teguh memegang imannya
kepada Allah. Dengan izin Allah, setelah dilaksanakan petunjuk Ilahi itu, sembuhlah
ia. Nabi Ayyub telah bersumpah ketika ia mengusir isterinya bahwa akan mencambuknya
seratus kali jika ia sudah sembuh. Namun, karena merasa kasihan kepada
isterinya yang sudah menunjukkan kesetiaan di dalam segala duka dan derita, akhirnya
Allah memberikan jalan keluar. Kisah Nabi Ayyub ini terekam dalam Quran surah
Shaad [38] ayat 41 hingga 44.
Siti Asiyah (istri Fir’aun)
“…Wahai Rabbku, bangunkanlah
untukku di sisi-Mu sebuah rumah di surga...” (QS. At-Tahrim [66]: 11). Lisan
perempuan mulia itu, indah melantunkan munajat yang dipersembahkan untuk Allah
yang amat dicintai-Nya. Meski dalam dera siksa bertubi-tubi yang dirasakan,
namun perempuan mulia itu masih terus dalam senyuman menawannya. Senyuman
perempuan ahli surga. Ia terjaga naungan sayap-sayap para malaikat yang
mengelilingi. Hingga siksa yang diterima dari Firaun, suaminya yang begitu
durjana, mengantar kepulangan Asiyah di sisi Rabbul Izzati. Dan al-Quran
mengabadikan kemuliaan jiwa dan cinta Asiyah atas keimanan, kesabaran dan
keikhlasan kepada Tuhannya. “Dialah Asiyah bintu Muzahim, Asiyah istri Firaun
yang zalim.
sumber : www.dpu-online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar