"Andai Kanda
Pergi Dulu..."
Ummu Salamah, Hindun binti Abu Umayyah lahir dalam keluarga
yang terpandang karena berasal dari Bani Makhzum. Dalam keluarga inilah, dia
dididik bersikap dermawan, berhati bersih, memiliki belas kasih sehingga memancar
kebaikan dan kepemurahannya kepada manusia.
Ayahnya seorang tokoh
Quraisy yang dermawan dan pemurah. Nama ayahnya sangat akrab di hati para
musafir yang kehabisan bekal. Melalui sebuah perjalanan jauh dengannya amat
menyenangkan karena dia tidak membiarkan orang membawa bekal atau menyalakan
api, bahkan dia sendiri yang mencukupkan keperluan itu semua kepada mereka.
Begitulah lelaki ini
membawa kemuliaan dalam keluarganya hingga terkenal dengan kedermawanan dan
kegagahan. Inilah lingkungan keluarga yang membenihkan sekuntum mawar agama
bergelar Ummu Salamah, berparas jelita dan berakhlak mulia.
Disunting Pemuda yang Amat Mencintainya
Si mawar agama semakin menginjak usia remaja. Harumannya
tersebar menjadi rebutan. Pemuda terpilih yang memenangi cintanya ialah seorang
penunggang kuda hebat laksana kesatria.
Siapa lagi kalau
bukan Abu Salamah, Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin
Makhzum. Ibunya adalah Barrah binti Abdul Mutalib bin Hasyim, ibu saudara
Rasulullah. Ibu susuannya ialah Tsuwaibah, hamba Abu Lahab yang juga pernah
menyusui Nabi SAW. Pernikahan dilangsungkan antara pemuda gagah ini dengan si
gadis cantik. Mereka hidup sebagai pasangan yang sangat bahagia.
Pengantin baru dua
sejoli itu menjalani detik-detik indah bersama dengan limpahan kebahagiaan. Abu
Salamah mencintai isterinya sepenuh hati. Keperibadian Ummu Salamah di mata
seorang lelaki hampir sempurna. Jiwanya tulus mencurahkan cinta, penyayang
terhadap anak kecil dan kelembutannya memesona.
Sejak awal dakwah
Islam, pasangan itu begitu serasi menyatakan keislaman dan keimanannya kepada
Nabi Muhammad. Cinta mereka bertambah kuat. Kebahagian jiwa mereka pun
bertambah-tambah meski dihimpit tekanan oleh penduduk Quraisy yang memusuhi
dakwah Islam. Janji terpatri, mereka sanggup melalui ujian
apa saja demi Islam.
Di Belakang Seorang Perwira
Dakwah Islam semakin berkembang. Musuh-musuh Islam pun makin
gigih menentang. Panggilan jihad buat kaum muslimin semakin membakar. Salah
satunya ketika Perang Uhud berlangsung. Abu Salamah tercedera ditusuk sebatang
anak panah yang dilepaskan oleh Abu Usamah al-Jusyami.
Melihat keadaaan
suaminya, Ummu Salamah bangga melihat darah suci insan tercinta telah membasahi
perjuangan. Dia memberi perhatian yang sangat tinggi selama sebulan penuh bagi
membantu proses penyembuhan suaminya.
Luka Lama Berdarah Kembali
Setelah berlalunya Uhud, ada beberapa kabilah Arab yang
berusaha menyusun kekuatan untuk menyerang kaum muslimin. Pada awal Muharram, 4
Hijriah, Rasulullah memberi amanah kepada Abu Salamah untuk memimpin pasukan
kecil (sariyyah) sebanyak 150 orang untuk memerangi mereka.
Dengan penuh wibawa, Abu Salamah melakukan serangan mendadak
hingga pasukan musuh kucar-kacir. Mereka berhasil membawa kemenangan dan harta
rampasan perang tanpa pertumpahan darah. Namun, luka lama berdarah kembali. Abu
Salamah meninggal dunia tidak lama selepas itu.
Janji Sepasang Kekasih
Sebelum perginya suami tercinta, Ummu Salamah selalu berada
di sisi merawatnya. Ia seorang isteri yang sangat setia dan penyayang.
Cemburunya besar lantaran besarnya cinta. Ziyad bin Abu Maryam sempat
menuliskan percakapan sedih antara dua insan yang sangat saling mencintai
karena Allah ini.
Dengan linangan air mata, berkatalah Ummu Salamah kepada
kekasih hatinya, "Kandaku sayang, dinda mendengar bahwa jika seorang
isteri ditinggal mati oleh suaminya, sementara suaminya itu menjadi penghuni
surga, sementara isterinya tidak menikah lagi, maka Allah akan mengumpulkan
mereka kembali di dalam surga. Oleh itu, berjanjilah wahai kekasihku, kanda
tidak akan menikah lagi (seandainya dinda mati terlebih dahulu). Dinda juga
berjanji tidak akan menikah lagi andai kanda pergi dulu."
(Sebenarnya ada perbedaan pendapat berkenaan hal ini karena
setelah menjadi isteri Nabi, Ummu Salamah pernah menanyakan hal seorang isteri
yang pernah menikahi beberapa orang suami. Rasulullah menjelaskan bahawa suami
yang paling baik akhlaknya kepada isterinya yang paling berhak menjadi suaminya
di surga).
Abu Salamah sadar,
isteri sesolehah, secantik dan sebijak isterinya wajar dimiliki oleh seorang
suami yang jauh lebih baik daripadanya. Abu Salamah lalu berkata, "Maukah
dinda taat kepada kanda?"
Ummu Salamah lantas
menjawab tanpa ragu, "Sudah tentu wahai kekasihku."
"Berjanjilah,
jika kanda mati terlebih dahulu, maka menikahlah lagi," pinta suaminya.
Ummu Salamah tersedu.
Air mata bercucuran. Dalam kepayahan, terdengar suaminya memanjatkan doa buat
Ilahi, "Ya Allah, jika aku mati terlebih dahulu, maka berikanlah Ummu
Salamah seorang suami yang lebih baik dariku yang tidak akan membuatnya sedih
dan tidak akan menyakitinya."
Demikianlah
keikhlasan cintanya kepada Ummu Salamah sebelum dia menutup mata selamanya.
Ummu Salamah tidak mampu menahan rasa sebak di dada. Dia mengeluh,
"Siapakah orang yang lebih baik dari Abu Salamah?"
Siapa yang Lebih Baik
dari Abu Salamah?
Hati Ummu Salamah sering tertanya-tanya, siapakah yang lebih
baik dari Abu Salamah. Cintanya kepada suaminya itu terlalu besar sehingga ia
ragu, masih adakah nanti pinangan yang lebih baik hingga mampu mengalihkan
cintanya?
Umar bin Abu Salamah
menceritakan, setelah iddah ibunya berakhir, datanglah pinangan Abu Bakar untuk
memuliakannya. Ummu Salamah menolak dengan hikmah. Menyusul pula pinangan Umar.
Hati wanita itu masih belum terbuka untuk menerima. Cinta suci Abu Salamah
tetap terpahat di hatinya.
Akhirnya, datang
pinangan Rasulullah ke rumah Ummu Salamah melalui utusan Hathib bin Abu
Balta'ah. Mulanya, Ummu Salamah hampir saja menolak sebagaimana Ummu Hani'
binti Abu Thalib menolak pinangan Nabi. Berkata Ummu Salamah, "Aku adalah
perempuan yang mudah cemburu. Aku takut rasa cemburu itu nanti akan menjadi
sebab Allah murka padaku. Selain itu aku ini perempuan yang sudah tua dan
mempunyai banyak anak."
Merujuk hadis riwayat Muslim, Rasulullah tetap membujuknya
dengan berjanji akan berdoa kepada Allah untuk memberi kecukupan kepada anak
perempuannya yang masih kecil dan menghilangkan rasa cemburunya. Lantaran yakin
dengan doa Rasulullah, Ummu Salamah lantas menerima pinangan baginda. Dia berkata, "Wahai
Umar (puteranya), bangkitlah dan terimalah pinangan Rasulullah untuk
menikahiku."
Teka-tekinya terjawab kini. Lelaki sebaik Rasulullah
ternyata mampu mencairkan hatinya untuk mendapat pengganti yang lebih baik
daripada Abu Salamah. Tatkala dimuliakan sebagai ummahatul mukminin,
tertunailah janjinya kepada bekas suami.
(Imam az-Zahabi dalam Siyar A'laam an-Nubalaa', vol.2.hlm.
201-202 dengan beberapa perubahan)
sumber : www.dpu-online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar