Selasa, 11 Juni 2013

Kehidupan Ummu Salamah


"Andai Kanda Pergi Dulu..."
Ummu Salamah, Hindun binti Abu Umayyah lahir dalam keluarga yang terpandang karena berasal dari Bani Makhzum. Dalam keluarga inilah, dia dididik bersikap dermawan, berhati bersih, memiliki belas kasih sehingga memancar kebaikan dan kepemurahannya kepada manusia.
 Ayahnya seorang tokoh Quraisy yang dermawan dan pemurah. Nama ayahnya sangat akrab di hati para musafir yang kehabisan bekal. Melalui sebuah perjalanan jauh dengannya amat menyenangkan karena dia tidak membiarkan orang membawa bekal atau menyalakan api, bahkan dia sendiri yang mencukupkan keperluan itu semua kepada mereka.
 Begitulah lelaki ini membawa kemuliaan dalam keluarganya hingga terkenal dengan kedermawanan dan kegagahan. Inilah lingkungan keluarga yang membenihkan sekuntum mawar agama bergelar Ummu Salamah, berparas jelita dan berakhlak mulia.

Disunting Pemuda yang Amat Mencintainya
Si mawar agama semakin menginjak usia remaja. Harumannya tersebar menjadi rebutan. Pemuda terpilih yang memenangi cintanya ialah seorang penunggang kuda hebat laksana kesatria.

 Siapa lagi kalau bukan Abu Salamah, Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Ibunya adalah Barrah binti Abdul Mutalib bin Hasyim, ibu saudara Rasulullah. Ibu susuannya ialah Tsuwaibah, hamba Abu Lahab yang juga pernah menyusui Nabi SAW. Pernikahan dilangsungkan antara pemuda gagah ini dengan si gadis cantik. Mereka hidup sebagai pasangan yang sangat bahagia.
 Pengantin baru dua sejoli itu menjalani detik-detik indah bersama dengan limpahan kebahagiaan. Abu Salamah mencintai isterinya sepenuh hati. Keperibadian Ummu Salamah di mata seorang lelaki hampir sempurna. Jiwanya tulus mencurahkan cinta, penyayang terhadap anak kecil dan kelembutannya memesona.
 Sejak awal dakwah Islam, pasangan itu begitu serasi menyatakan keislaman dan keimanannya kepada Nabi Muhammad. Cinta mereka bertambah kuat. Kebahagian jiwa mereka pun bertambah-tambah meski dihimpit tekanan oleh penduduk Quraisy yang memusuhi dakwah Islam. Janji terpatri, mereka sanggup melalui ujian 
apa saja demi Islam.

Di Belakang Seorang Perwira
Dakwah Islam semakin berkembang. Musuh-musuh Islam pun makin gigih menentang. Panggilan jihad buat kaum muslimin semakin membakar. Salah satunya ketika Perang Uhud berlangsung. Abu Salamah tercedera ditusuk sebatang anak panah yang dilepaskan oleh Abu Usamah al-Jusyami.
 Melihat keadaaan suaminya, Ummu Salamah bangga melihat darah suci insan tercinta telah membasahi perjuangan. Dia memberi perhatian yang sangat tinggi selama sebulan penuh bagi membantu proses penyembuhan suaminya.

Luka Lama Berdarah Kembali
Setelah berlalunya Uhud, ada beberapa kabilah Arab yang berusaha menyusun kekuatan untuk menyerang kaum muslimin. Pada awal Muharram, 4 Hijriah, Rasulullah memberi amanah kepada Abu Salamah untuk memimpin pasukan kecil (sariyyah) sebanyak 150 orang untuk memerangi mereka.
Dengan penuh wibawa, Abu Salamah melakukan serangan mendadak hingga pasukan musuh kucar-kacir. Mereka berhasil membawa kemenangan dan harta rampasan perang tanpa pertumpahan darah. Namun, luka lama berdarah kembali. Abu Salamah meninggal dunia tidak lama selepas itu.

Janji Sepasang Kekasih
Sebelum perginya suami tercinta, Ummu Salamah selalu berada di sisi merawatnya. Ia seorang isteri yang sangat setia dan penyayang. Cemburunya besar lantaran besarnya cinta. Ziyad bin Abu Maryam sempat menuliskan percakapan sedih antara dua insan yang sangat saling mencintai karena Allah ini.
Dengan linangan air mata, berkatalah Ummu Salamah kepada kekasih hatinya, "Kandaku sayang, dinda mendengar bahwa jika seorang isteri ditinggal mati oleh suaminya, sementara suaminya itu menjadi penghuni surga, sementara isterinya tidak menikah lagi, maka Allah akan mengumpulkan mereka kembali di dalam surga. Oleh itu, berjanjilah wahai kekasihku, kanda tidak akan menikah lagi (seandainya dinda mati terlebih dahulu). Dinda juga berjanji tidak akan menikah lagi andai kanda pergi dulu."
(Sebenarnya ada perbedaan pendapat berkenaan hal ini karena setelah menjadi isteri Nabi, Ummu Salamah pernah menanyakan hal seorang isteri yang pernah menikahi beberapa orang suami. Rasulullah menjelaskan bahawa suami yang paling baik akhlaknya kepada isterinya yang paling berhak menjadi suaminya di surga).
 Abu Salamah sadar, isteri sesolehah, secantik dan sebijak isterinya wajar dimiliki oleh seorang suami yang jauh lebih baik daripadanya. Abu Salamah lalu berkata, "Maukah dinda taat kepada kanda?"
 Ummu Salamah lantas menjawab tanpa ragu, "Sudah tentu wahai kekasihku."
 "Berjanjilah, jika kanda mati terlebih dahulu, maka menikahlah lagi," pinta suaminya.
 Ummu Salamah tersedu. Air mata bercucuran. Dalam kepayahan, terdengar suaminya memanjatkan doa buat Ilahi, "Ya Allah, jika aku mati terlebih dahulu, maka berikanlah Ummu Salamah seorang suami yang lebih baik dariku yang tidak akan membuatnya sedih dan tidak akan menyakitinya."
 Demikianlah keikhlasan cintanya kepada Ummu Salamah sebelum dia menutup mata selamanya. Ummu Salamah tidak mampu menahan rasa sebak di dada. Dia mengeluh, "Siapakah orang yang lebih baik dari Abu Salamah?"
 Siapa yang Lebih Baik dari Abu Salamah?
Hati Ummu Salamah sering tertanya-tanya, siapakah yang lebih baik dari Abu Salamah. Cintanya kepada suaminya itu terlalu besar sehingga ia ragu, masih adakah nanti pinangan yang lebih baik hingga mampu mengalihkan cintanya?
 Umar bin Abu Salamah menceritakan, setelah iddah ibunya berakhir, datanglah pinangan Abu Bakar untuk memuliakannya. Ummu Salamah menolak dengan hikmah. Menyusul pula pinangan Umar. Hati wanita itu masih belum terbuka untuk menerima. Cinta suci Abu Salamah tetap terpahat di hatinya.
 Akhirnya, datang pinangan Rasulullah ke rumah Ummu Salamah melalui utusan Hathib bin Abu Balta'ah. Mulanya, Ummu Salamah hampir saja menolak sebagaimana Ummu Hani' binti Abu Thalib menolak pinangan Nabi. Berkata Ummu Salamah, "Aku adalah perempuan yang mudah cemburu. Aku takut rasa cemburu itu nanti akan menjadi sebab Allah murka padaku. Selain itu aku ini perempuan yang sudah tua dan mempunyai banyak anak."
Merujuk hadis riwayat Muslim, Rasulullah tetap membujuknya dengan berjanji akan berdoa kepada Allah untuk memberi kecukupan kepada anak perempuannya yang masih kecil dan menghilangkan rasa cemburunya. Lantaran yakin dengan doa Rasulullah, Ummu Salamah lantas menerima  pinangan baginda. Dia berkata, "Wahai Umar (puteranya), bangkitlah dan terimalah pinangan Rasulullah untuk menikahiku."
Teka-tekinya terjawab kini. Lelaki sebaik Rasulullah ternyata mampu mencairkan hatinya untuk mendapat pengganti yang lebih baik daripada Abu Salamah. Tatkala dimuliakan sebagai ummahatul mukminin, tertunailah janjinya kepada bekas suami.
(Imam az-Zahabi dalam Siyar A'laam an-Nubalaa', vol.2.hlm. 201-202 dengan beberapa perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar