Kamis, 20 Juni 2013

Salam: "Air (Semestinya) Membawa Berkah"

(H.Asep Hikmat, Direktur DPU Daarut Tauhiid)
Sahabat, mentafakuri musim hujan saat ini, ada baiknya kita menelisik mencari hikmah mengenai keberadaan air dan hujan ini. Air adalah wujud entitas semesta yang demikian unik, serta zat yang sangat vital dan menjadi bahan atas segala bahan dari penciptaan makhluk hidup.
"Dan Kami jadikan segala yang hidup dari air. Mengapa mereka tidak beriman?" (QS. al-Anbiya: 30).

Air pula yang melingkupi atas 73% permukaan bumi. Sehingga seandainya permukaan bumi ini dibuat rata, maka seluruh daratan akan terendam air setinggi 3 km. Perlu dicatat pula, 80% kota besar berada di tepi pantai dan sungai, sehingga jika terjadi kenaikan permukaan air akan sangat fatal bagi umat manusia.

Pada manusia, kandungan air demikian dominannya, yakni pada tubuh 65 %, otak 74,5 %, otot 75,6 %, darah: 83 %, ginjal: 82,7 %, dan tulang: 22 %.
"Dan Dia yang menciptakan manusia dari air." (QS. al-Furqon: 54).

Bukan hanya peranannya yang sangat vital tersebut, bahkan dari hasil penelitian, air bisa menangkap getaran rasa dalam bahasa apa pun, tulisan, gambar, dan musik. Air sangat mengerti, menyimpan dan menyalurkan informasi. Getaran air itu merambat ke molekul air di tubuh manusia (75%). Sehingga bisa dipahami apabila ada manusia yang berperilaku beringas, jahat, tidak terkendali, atau sebaliknya.
Sementara itu, musim hujan yang masih turun di negeri ini, bukan hanya membawa rejeki, manfaat, dan berkah yang sedemikian besar dinikmati masyarakat, ternyata sudah menimbulkan kenyataan yang tidak diinginkan manusia, yakni bencana, banjir maupun longsor. Lalu apakah air itu bersalah, ketika terjadi bencana banjir? Apakah hujan yang di dalam al-Quran disebutkan sebagai sesuatu yang menggembirakan justru menjadi menakutkan?

"Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.'' (QS. ar-Ruum: 48).
Padahal agama telah mengajarkan pemeluknya untuk menjaga keseimbangan alam. Proses keimanan seorang muslim pun telah mengajarkan bagaimana cara hidup bersih dan berinteraksi dengan lingkungan, serta berperilaku tidak mengundang musibah, sehingga semestinya karunia hujan yang membawa berkah tidak lantas menjadi sebuah musibah. Memang, bisa jadi banyak di antara elemen masyarakat yang mengeksploitasi alam dengan tidak bijaksana, sehingga berdampak terhadap harmonisnya alam dengan manusia.
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Ruum: 41).

Bagi sebagian pembaca yang tidak diuji dengan musibah bencana adalah sebuah ujian pula terhadap kepekaan sosialnya. Sejauh mana empatinya terhadap musibah yang menimpa saudara-saudaranya yang lain.
Sahabat, air yang semestinya membawa berkah, apalagi air hujan, tentunya bukan menjadi keinginan kita, kalau ternyata menimbulkan bencana. Maka, dari mulai yang kecil dan dari diri sendiri, kita bisa sama-sama melakukan konservasi alam ini, seperti tidak membuang sampah sembarangan, mengoptimalkan tanah yang kosong untuk resapan air, dan sebagainya. Apalagi bagi pihak yang memiliki kewenangan mengatur kehidupan sosial ini, bisa lebih mencurahkan ikhtiar pekerjaannya untuk kemaslahatan warga semua dengan menggulirkan kebijakan-kebijakan pengaturan semua yang terkait masalah ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar